Jan 11, 2008

Belajar Dari Tukang Nasi Goreng

Masih teringat, waktu itu sudah larut malam saat diri baru pulang dari kantor selagi masih di Cired Depok. Badan serasa capek dan lelah sekali rasanya seperti habis dipukul-pukul setelah seharian didepan komputer mengerjakan software. Waktu yang disediakan oleh Allah SWT terasa kurang, karena setelah seharian mengerjakan software, itupun belum sempurna karena adanya perbaikan-perbaikan dan perubahan-perubahan. Rasa jenuh hinggap di diri saya. Rasanya ingin teriak biar semua masalah lepas dari diri ini. Andaikan bisa.

Jam sudah menunjukkan sekitar pukul 22.00 WIB. Setelah mandi dengan maksud agar tidak mengantuk selagi mengendarai motor, aku bersiap-siap untuk pulang. Dengan ditemani oleh Fita (**nama motor kesayanganku**) aku melaju meninggalkan kantor menuju ke Ciledug. Perut terasa lapar, padahal tadi dikantor sehabis solat magrib aku dan teman-teman sudah makan malam bersama. Tapi apa mau dikata, sambil melihat lihat keramaian kota Depok yang hampir selesai saya mencari warung kecil untuk mengisi perut ini.

Tepat di depan tempat pencucian mobil saya melihat tenda kecil yang menjual nasi goreng. Hmm ... sepertinya nasi goreng adalah hidangan yang tepat disaat perut keroncongan di malam yang dingin. Saya putuskan untuk singgah, lalu saya parkirkan motor saya. "Mau pesan apa dik?", seorang bapak setengah tua bertanya kepada saya. Saya yakin dialah pemilik tenda nasi goreng ini. Ya iyalah, soalnya dia seorang diri. Tidak ada yang menemani. "Nasi goreng aja pak, telornya didadar campur sawi dan kol ya pak". "Iya, tunggu sebentar ya dik."Jawabnya kemudian sambil mengantarkan saya segelas teh tawar hangat. "Sendirian pak?? gak ada yang bantu??" Tanya saya, karena saya heran, kuat juga ya seorang bapak yang umurnya mungkin sudah setengah tua mengelola tendanya dari pasang tenda,melayani pelanggan, hingga nanti selesai dia harus membongkar tenda yang semuanya dilakukan seorang diri. "Iya, ya sudah biasa dik."Jawabnya. "Sudah lama pak jualan disini?". Tanyaku kemudian. "Alhamdulillah dik,sudah dari zaman margonda masih dua arah saya sudah berjualan disini." Waktu itu kalo gak salah tahun 2003, margonda masih dua arah itu kalo tidak salah tahun 1998-2000 an. Hmm lumayan lama. "Baru pulang kerja dik?? Kerja dimana?? Kok pulangnya malem banget??" Tanya bapak itu.

Ada satu hal yang saya perhatikan dari cara bapak ini melayani. Ia ramah sekali dalam melayani pelanggannya. Dengan cara dan penampilannya yang sederhana ia berusaha agar pelanggannya puas dengan apa yang dihidangkannya. Lalu saya iseng iseng bertanya, daripada gak ada bahan obrolan. "Pak, nggak takut kalah saingan nih? Di sepanjang jalan margonda kayaknya yang jual nasi goreng banyak juga ya." Tanya saya iseng iseng. Saya kira dia akan jawab dengan nada marah. Tapi ternyata tidak demikian. Subhanallah, "Loh, buat apa kalah saingan? Allah sudah mengatur rizkiNya buat semua tukang nasi goreng disepanjang jalan Margonda ini kok. Jadi ya saya tinggal jalanin aja. Saya yakin kok sama Allah." Jawabnya sambil tersenyum. Jawaban yang membuat diri dan hati ini terdiam, berusaha untuk menyadari, betapa diri ini terkadang diliputi rasa takut akan kehilangan rizki, rasa takut akan kekurangan rizki dan rasa takut tidak bisa memperoleh rizki. Alhamdulillah, malam itu saya mendapatkan satu pelajaran lagi, dari seorang penjual nasi goreng. Yang dengan kesabarannya, dan keikhlasannya menyerahkan semua urusan rizki kepada yang Maha Memiliki Rizki. Tanpa ada rasa takut akan kehilangan rizki, tanpa rasa takut akan kekurangan rizki, tanpa rasa takut tidak bisa memperoleh rizki karena kalah saingan dengan penjual nasi goreng yang lain. "Nah, ini dia nasi gorengnya. Kalau mau acar ambil sendiri ya dik. Ini minumnya." Ia mengantarkan nasi goreng pesanan saya.

Sambil menikmati hidangan nasi goreng. Saya memikirkan dan menghayati kata-kata yang diucapkan oleh bapak itu. Sungguh terkadang kita mati-matian kerja dari pagi hingga larut malam. Atau bahkan pernah juga dari pagi hingga pagi lagi. Hanya untuk mengejar target pekerjaan kita untuk mengais rejeki. Yang mungkin tidak jarang, kita menggadaikan waktu kita yang seharusnya kita pergunakan sejenak untuk berbincang kepadaNya melalui sholat lima waktu habis untuk mengerjakan pekerjaan rutin kita. Seolah-olah kita takut, tidak bisa memperoleh rejeki jika kita tidak jor-joran menyelesaikan pekerjaan kita.

"... Allah sudah mengatur rizkiNya buat semua tukang nasi goreng disepanjang jalan Margonda ini kok ..." Kata-kata itu masih teringat dibenak saya sampai sekarang. Kata-kata yang bisa menenangkan diri, betapa Allah SWT memperhatikan kehidupan hambaNya. Dan tidak akan membiarkan hambaNya memikul beban hidup yang tidak sanggup dipikulnya. Hanya satu syarat yang diberikan oleh Allah kepada kita agar senantiasa diberikan kemudahan rizki olehNya. Bersyukur. Karena Allah SWT berfirman dalam Al-Qur'an, barang siapa yang bersyukur atas nikmatKu, maka akan aku tambahkan rizkiKu kepadamu. Namun barang siapa yang mengingkarinya, sesungguhnya azabKu amatlah pedih. Semoga hati ini dapat selalu tunduk dan bersujud kepadaNya. Senantiasa bersyukur atas semua nikmat, karunia dan rizki yang diberikan kepada kita. Karena pada hakikatnya, semua ini adalah milikNya. Yang bisa Allah ambil dari kita suatu waktu, tanpa memberitahu kita. Mumpung masih ada kesempatan, mumpung semuanya belum diambil oleh Allah SWT. Mumpung masih bisa, jangan lupa untuk bersyukur kepadaNya.



Dari Abu Nafeeza

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Lady Gaga, Salman Khan